PENINGGALAN-PENINGGALAN
DIMUSEUM KEPURBAKALAAN
BANTEN
Mahkota
Kesultanan Banten
Karena
rumahku numayan dekat dengan museum menara Banten, sayapun ingin mencari tau
apa saja peninggalan-peninggalan Museum Kepurbakalaan Banten, sejak memasuki kawasan wisata
sejarah Banten Lama banyak situs-situs sejarah yang bisa saya lihat. Maka dari
itu rasanya merupakan hal menarik jika bisa dijelaskan secara lengkap mengenai
situs-situs sejarah Banten Lama yang ada yaitu,
1. Menara Masjid Agung Banten
2. Keraton Surosowan
3. Benteng Speelwijk
4. Keraton Kaibon
5. Masjid Pecinan
1. Menara Masjid Agung Banten
Menara
Mesjid Agung Banten. Dahulu digunakan untuk mengumandangkan azan dan mengawasi
perairan laut. Konon menara ini dibangun semasa kekuasaan Sultan Haji pada
tahun 1620 oleh seorang arsitek Belanda, Hendrik Lucazoon Cardeel. Pada waktu
itu, Cardeel memang membelot ke pihak Banten, dan kemudian dianugerahi gelar
Pangeran Wiraguna. (Sumber:www.navigasi.net)
Menara Masjid Agung ini kemudian menjadi simbol kota Banten Lama, menara ini dapat terlihat dari puncak bukit Gunung Pinang. Masjid dengan menara ini selalu ramai setiap harinya, terutama oleh para ibu-ibu pengajian yang ingin berziarah di makam-makam sultan Banten beserta keluarganya yang ada di sisi kiri masjid, salah satu makan tersebut adalah makam sultan Maulana Yusuf, yaitu anak dari Sunan Gunung Jati.
Menara Masjid Agung ini kemudian menjadi simbol kota Banten Lama, menara ini dapat terlihat dari puncak bukit Gunung Pinang. Masjid dengan menara ini selalu ramai setiap harinya, terutama oleh para ibu-ibu pengajian yang ingin berziarah di makam-makam sultan Banten beserta keluarganya yang ada di sisi kiri masjid, salah satu makan tersebut adalah makam sultan Maulana Yusuf, yaitu anak dari Sunan Gunung Jati.
2. Keraton Surosowan
Melihat
reruntuhan bangunan Keraton Surosowan, istana itu dibangun pada tahun 1526.
Keraton ini dibangun pada masa Sultan Maulana Hasanudin, sultan kedua
Kasultanan Banten, memerintah. Bangunan yang nyaris rata dengan tanah itu masih
sangat kuat, meski telah ditumbuhi lumut. Keraton Surosowan memiliki luas
kurang lebih 3,8 hektar. Keraton ini lokasinya berdekatan dengan Masjid Agung
Banten di Kampung Banten, Desa Banten, Kecamatan Kasemen, Serang. Salah satu
bagian di dalam keraton yang menarik perhatian adalah Pancuran Mas. Pancuran
yang sebenarnya terbuat dari tembaga dan bukan emas itu dahulu biasa digunakan
untuk mandi para pejabat dan juga abdi kerajaan. Begitu kondangnya nama
Pancuran Mas sehingga orang-orang yakin bahwa pancuran itu memang terbuat dari
emas.
Keraton
Surosowan telah tiga kali dibangun akibat hancur karena perang. Terakhir,
keraton dihancurkan oleh Daendels pada tahun 1808. Banten Lama atau Surosowan
adalah situs yang berkelanjutan. Di sana ada peradaban prasejarah dan berlanjut
ke zaman klasik (Hindu-Budha), lalu beralih ke kebudayaan Islam pada abad
ke-16. (Sumber: www.koranbanten.com)
3. Benteng Speelwijk
Adanya
beberapa makam dengan bentuk khas Eropa di sekitar benteng melengkapi ciri khas
budaya barat. Lokasi Benteng Speelwijk ini tidaklah terlalu jauh dari Masjid
Agung Banten, sekitar 500 meter ke arah utara. Meskipun tidak utuh lagi,
beberapa sudut benteng ini meninggalkan bentuk bangunan yang masih bisa
dinikmati. Pada bagian utara, walaupun tidak utuh tetapi masih dapat dilacak
fungsi dan kegunaannya. Ruangan bawah tanah diduga merupakan ruangan yang
dipakai sebagai kamar tahanan khusus dan tahanan biasa. Di bagian tembok masih
berdiri sebuah bangunan pengintai yang menempel di atas tembok itu. Tembok
benteng itu, diduga mempunyai dua fungsi, yakni sebagai pertahanan dan
pemukiman. Di salah satu sisinya tampak sebuah lobang bekas hantaman peluru
meriam.
Benteng ini didirikan pada tahun 1682, mengalami perluasan pada tahun 1685 dan 1731. Benteng ini untuk mengontrol segala kegiatan yang berkaitan dengan Kesultanan Banten dan juga sebagai tempat berlindung/bermukim bagi orang Belanda. Benteng ini semakin mengokohkan posisi Belanda dalam usahanya memonopoli perdagangan merica yang berasal dari Lampung Selatan untuk kemudian dijual lagi kepada pedagang-pedagang asing yang berasal dari Cina, Malaysia, Arab, India dan Vietnam. (sumber: www.koranbanten.com)
4. Keraton Kaibon
Nama
Keraton Kaibon yang dibangun pada tahun 1815 ini diambil dari kata keibuan.
Pada waktu itu, sultan ke 21 yaitu Sultan Syafiuddin masih sangat belia
sehingga pemerintahan dijalankan oleh ibundanya, Ratu Aisyah. Pada tahun 1832,
keraton dihancurkan oleh pemerintah Hindia-Belanda bersama-sama dengan keraton
lainnya, termasuk Keraton Surosowan.
Asal
muasal penghancuran keraton berdasarkan sejarah yaitu ketika Du Puy, utusan
Gubernur Jenderal Daendels meminta kepada Sultan Syafiudin untuk meneruskan
proyek pembangunan jalan dari Anyer sampai Panarukan, juga pelabuhan armada
Belanda di Teluk Lada (di Labuan). Namun, Syafiuddin dengan tegas menolak. Dia
bahkan memancung kepala Du Puy dan menyerahkannya kembali kepada Daendels yang
kemudian marah besar dan menghancurkan Keraton Kaibon. Meski demikian, ada
banyak bagian bangunan yang masih berdiri tegak hingga sekarang, yaitu
pintu-pintu dan deretan Candi Bentar khas Banten atau disebut gerbang bersayap.
Masih dapat dilihat pula Pintu Paduraksa, pintu khas Bugis yang sisi kanan dan
kirinya tersambung, tidak seperti kebanyakan pintu keraton yang bagian atasnya
tidak tersambung. Ruangan yang diduga kamar Ratu Aisyah juga masih tersisa
seperempat bagian. Kamar ini khas karena bagian lantainya dibuat lebih menjorok
ke bawah (tanah) untuk diisi air sebagai pendingin ruangan. Di atasnya dipasang
papan yang berfungsi sebagai lantai. Saat ini, masih terlihat adanya
lubang-lubang penyangga papan. Meski saat ini dikelilingi permukiman penduduk
yang makin padat, istana seluas dua hektar itu tetap terjaga sebagai cagar
budaya. Keraton yang terletak di Kelurahan Kasunyatan, Kecamatan Kasemen,
Kabupaten Serang ini juga masih dikelilingi kanal dan Kali Banten seperti saat
pertama kali dibangun pada awal abad 19. (sumber: www.koranbanten.com)
5. Masjid Pecinan
Seperti namanya, Masjid Pecinan Tinggi dibangun di sebuah
pemukiman cina pada masa Kesultanan Banten. Terletak
kurang lebih 500 meter ke arah barat dari masjid Agung Banten, atau 400 meter
ke arah selatan dari Benteng Speelwijk. Berbeda dengan Mesjid Agung Banten yang
masih berdiri dengan kokoh, Mesjid Pecinan Tinggi bisa dikatakan tinggal
puing-puingnya saja. Selain sisa fondasi bangunan induknya yang terbuat dari batu
bata dan batu karang, juga masih ada bagian dinding mihrabnya. Disamping itu,
dihalaman depan disebelah kiri (utara) mesjid tersebut, masih terdapat
pula sisa bangunan menaranya yang berdenah bujur sangkar. Menara ini terbuat
dari bata dengan fondasi dan bagian bawahnya terbuat dari batu karang. Bagian
atas menara ini sudah hancur, sehingga wujud secara keseluruhan/utuh dari
bangunan ini sudah tidak nampak lagi. Tidak banyak literatur yang
menjelaskan asal usul didirikannya mesjid ini, kecuali hanya menjelaskan bahwa
Mesjid Pecinan Tinggi ini merupakan mesjid yang pertama kali di bangun oleh
Sultan Hasanudin sebelum kemudian mendirikan Mesjid Agung Banten. Tidak jauh
dari menara tersebut dan masih dalam area yang sama terdapat pula sebuah makam
cina. Entah apa kaitannya antara makam tersebut dengan mesjid pecinan tinggi,
yang jelas makam tersebut hanyalah satu-satunya yang terdapat di lokasi ini.
Tulisan cina yang ada di makam tersebut masih terpatri dengan jelas yang
menjelaskan bahwa yang dikuburkan disana adalah pasangan suami istri (Tio Mo
Sheng+Chou Kong Chian) yang berasal dari desa Yin Shao dan batu nissan tersebut
didirikan pada tahun 1843. Bisa jadi kedua orang itu adalah imam/ustadz/pemuka
agama sehingga layak dimakamkan disamping Mesjid Pecinan Tinggi. (Sumber:
www.navigasi.net)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar