Senin, 26 Januari 2015

FILSAFAT, Progressivisme dan Esensialisme

APA ITU FILSAFAT?
Filsafat adalah sebuah faham pemikiran yang berasal Persia dan Yunani. Filsafat mulai dijadikan sebagai metode berfikir umat Islam sejak terjadinya interaksi antara kaum Muslimin dengan orang-orang Yunani dan Persia. Semenjak itulah taraf berfikir sebagian kaum Muslimin yang menggunakan taraf berfikir dengan berpijak pada Al-Quran dan Hadits mulai menjadikan akal sebagai sumber utama dalam berfikir. Akibat yang terjadi muncullah pemikiran-pemikiran yang dapat membuat ragu akidah umat Islam pada saat itu. Muncullah aliran-aliran seperti Mu’tazilah, Jabbariyyah, Maturidiyah, dan sebagainya.
Di era sekarang filsafat telah menjadi disiplin ilmu di beberapan perguruan tinggi Islam di Indonesia. Buku-buku yang membahas filsafat dengan berbagai cabangnya telah beredar di lingkungan kampus dengan jumlah yang besar. Salah satu cabang filsafat adalah Filsafat Pendidikan Islam yang membahas pemikiran filosof-filosof dari kalangan umat Islam tentang pendidikan. Selain itu juga dipelajari pemikiran filosof-filosof Barat tentang pendidikan. Sehingga oleh sebagian orang mencoba mencari faktor yang menyebabkan kemajuan barat, sehingga diambil nilai positifnya.

Progressivisme

Progressivisme berasal dari kata progresip yang diserap dari kosakata Bahasa Inggris progressive yang mendapat akhiran -isme. Progress dalam bahasa Inggris bermakna kemajuan atau maju, sedangkan progressive artinya orang yang progresip. Dalam bahasa sepakbola, progresip artinya bergerak cepat. Sehingga progressivisme adalah faham tentang bergerak cepat, entah itu berkenaan dengan pemikiran, tindakan, antisipasi atau yang lainnya.
Sedangkan Menurut Zuhairini, Progressivisme dapat diartikan sebagai pandangan hidup yang bersifat fleksibel, toleran, curious, dan open-minded. Fleksibel artinya tidak kaku, lentur, dan tidak rumit. Curious artinya ingin tahu, aneh,, dan heran. Sedangkan open-mind artinya berpandangan terbuka, tanpa prasangka. Jadi progressivisme adalah suatu faham yang ia bebas, terbuka, tidak tertutup, tidak terikat dengan apapun. Sehingga progressivisme sebagai aliran dalam filsafat pendidikan adalah sebagai aliran yang pemikirannya bebas, tidak terikat oleh dogma apapun, terbuka, tidak tertutup.
Dari pengertian secara bahasa dapatlah dimengerti secara jelas mengenai karakteristik aliran progressivisme. Dalam buku yang sama, Zuhairini berpan-dangan tentang sifat aliran progressivisme dan membaginya menjadi sifat nega-tive dan sifat positif.
Sifat itu dikatakan negatif dalam arti bahwa, progressivisme menolak otoritarisme dan absolutisme dalam segala bentuk, seperti misalnya terdapat dalam agama, politik, etika, dan epistimologi. Positif dalam arti, bahwa progressivisme menaruh kepercayaan tehadap kekuatan alamiah dari manusia, kekuatan-kekuatan yang diwarisi manusia dari sejak lahir—man’s natural powers. Terutama yang dimaksud adalah kekuatan-kekuatan manusia untuk terus–menerus melawan dan mengataasi kekuatan-kekuatan, takhayul-takhayul, dan kegawatan-kegawatan yang timbul dari ling-kungan hidup yang selamanya mengancam.
Progressivisme muncul pada abad ke-18 sejak peristiwa revolusi gereja oleh para filosof Barat yang kecewa dengan otoritas pihak negara yang menjadikan agama Kristen sebagai dasar negara.  Banyak kalangan ilmuwan yang dijatuhi hukuman mati karena teori yang dirumuskannya tentang ilmu pengetahuan bertentangan dengan dogma gereja. Sehingga kalangan filosof ,Kaum Borjuis, dan warga gereja melakukan gerakan menentang Pihak Gereja yang kemudian dikenal
dengan revolusi Gereja. Revolusi pun pecah, dan kesepakatan dicapai antara pihak gereja dengan kelompok tersebut dengan menjadikan agama hanya mengatur urusan privat. Inilah awal munculnya Demokrasi, Liberalisme, Sekulerisme, dan Kapitalisme. Progressivisme sendiri adalah cabang dari sekulerisme.
Sejak revolusi tersebut, orang Barat mengalami kemajuan yang pesat dalam Ilmu pengetahuan dan Sains. Bangsa yang sebelumnya terbelakang, tidak berperadaban, jauh tertinggal dari Islam sebagai sistem yang sempurna, berubah total. Barat perlahan mulai manjadi saingan Islam sebagai peradaban agung. Yang tidak lagi ada campur tangan agama di dalamnya. Hingga era sekarang ini Barat masih memimpin dengan teknologinya. Sistem pendidikan di Barat sebagaimana dikatakan Dewey bertujuan membentuk masyarakat demokratis. Dan fakta membuktikan bagaimana peradaban Barat dengan demokrasinya telah menyebabkan kerusakan alam, lingkungan, dan moral manusianya. Ini karena faham/teori yang mereka cetuskan tidak memiliki batasan yang jelas yang sesuai fitrah manusia.



Esensialisme

Esensialisme berasal dari kosakata Bahasa Inggris essentials yang artinya hal-hal yang perlu, barang-barang yang perlu, dan sifat-sifat dasar yang mendapat akhiran –isme. Sehingga esensialisme dapat diartikan faham/aliran yang memiliki karakteristik mendasar, yang perlu, mengenai hakikatnya sebagai manusia. Bahwasannya yang dimaksud dengan sifat mendasar manusia adalah fitrah manusia itu sendiri. Secara fitrah, manusia adalah lemah dan terbatas, ia tidak mengetahui hakikat dirinya dan alam sekitarnya yang ia tidak bisa menjangkaunya dengan akal, sehingga ia membutuhkan informasi dari yang Maha Tahu.
Esensialisme dalam konteks pendidikan adalah aliran/faham pemikiran dalam bidang pendidikan yang ia terikat dengan aturan-aturan, tidak memberikan sepenuhnya kepada akal manusia untuk mencari pengetahuan. aliran ini adalah lawan dari progressivisme karena esensialisme tidak memberikan dasar berpijak mengenai pendidikan yang penuh fleksibilitas, dimana serba terbuka untuk perubahan, toleran dan tidak ada keterkaitan dengan doktrin trtentu, sehingga mudah goyah dan kurang terarah, sehingga aliran ini memandang bahwa pendidikan harus berpijak pada nilai-nilai yang memiliki kejelasan dan tahan lama, sehingga memberikan arah yang jelas.
Esensialisme mulai dikembangkan oleh para pengusungnya pada abad ke-16. Diantara pengusungnya adalah John Amus Comenius (1592-1670) yang ber-pendapat bahwa pendidikan mempunyai peranan membentuk paserta didik sesuai dengan kehendak Tuhan, karena dunia pada hakikatnya adalah dinamis dan bertujuan. sedangkan Johann Friederic Frobel (1782-1852) berpendapat bahwa pendidikan adalah memimpin anak didik ke arah kesadaran diri sendiri yang murni dan selaras dengan fitrah kejadiaannya. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tujuan umum aliran esensialisme adalah untuk membentuk pribadi yang bahagia di dunia dan di akhirat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar