Matematika
muncul sebagai hasil dari pengamatan manusia terhadap fenomena-fenomena
yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Dari fenomena sehari-hari
inilah kemudian muncul berbagai persoalan-persoalan matematika yang oleh
peradaban manusia saat itu belum dikenal matematika. Pada jaman yunani
orang-orang mulai memikirkan persoalan-persoalan tersebut dan
mendapatkan fakta bahwa matematika yang dilakukan sehari-hari itu adalah
abstraksi dan idealisasi. Saat itu orang mengenal ada dua sifat yaitu
tetap (aliran Permenides) dan berubah (aliran Heraclitos), matematika
sendiri cenderung kepada sifat tetap di dalam pikiran. Sebagai contoh 1 +
3 = 4, hasil penjumlahan ini bersifat tetap apabila ada di dalam
pikiran manusia tetapi berubah apabila berada di luar pikiran manusia.
Dari hal inilah mulai terbentuk sistem, struktur, dan bangunan. Hal ini
tergantung dari mana seseorang memulainya. Jika dimulai dari sesuatu
yang jelas maka disebut pondamentalism, jika tidak dimulai dengan awalan
maka disebut intuitism. Dari sini muncul pertanyaan apakah matematika
itu bersifat tunggal, dual, multi, dan pluralism? Apakah matematika itu
absolut? Apakah matematika bersifat relatif?
Apabila ditelusuri berdasarkan filsafat hermeneutika secara intensi dan ekstensi maka matematika terdiri dari tiga pilar yaitu
1. Ontologi of math
2. Epistemologi of math
3. Aksiologi of math
1. Ontologi of math
2. Epistemologi of math
3. Aksiologi of math
Bagi
kaum formalis (aliran hilbert), mereka menerjemahkan matematika secara
trans neumena sebagai matematika yang bersifat fondamentalis, formalis,
dan aksiomatis. Selain itu matematika juga bersifat rigor atau
apodiktif, konsisten, tunggal, dan pasti. Matematika lebih bersifat
bebas terhadap ruang dan waktu. Di sisi lain, matematika sekolah yang
terikat oleh ruang dan waktu tidak bisa menerima hal tersebut. Kemudian
muncullah perbedaan antara matematika murni dengan matematika sekolah
yaitu
Matematika Sekolah
|
Matematika Murni
|
1. Plural
2. Kontradiktif
3. Relatif
4. Koresponden
|
1. Tunggal
2. Konsisten
3. Absolut
4. Koheren
|
Ketidaksesuaian
antara matematika murni dan matematika sekolah ini tentunya tidak bisa
dikesampingkan begitu saja. Dampaknya luar biasa besar bagi matematika
sekolah. Selama matematika murni diterapkan dalam matematika sekolah
maka matematika sekolah tidak bisa berkembang.
Di
negara kita, Indonesia, Ujian Nasional merupakan wujud dari adanya
prinsip matematika murni di dalam matematika sekolah. Hal ini tentu
sangatlah memprihatinkan bagi matematika sekolah, perlu adanya
perubahan, perlu adanya suatu revolusi untuk memperbaiki metamatika
sekolah. Oleh karena itulah, Dr. Marsigit, M.A membuat surat terbuka
kepada Presiden Republik Indonesia sebagai wujud usaha untuk menyadarkan
bahwa matematika sekolah Indonesia dalam status awas, SOS!!!
Dalam pendidikan matematika realistik matematika tersusun atas (dari tingkatan terbawah).
1. Konkret
2. Skema
3. Model
4. Formal
1. Konkret
2. Skema
3. Model
4. Formal
sebagai contoh pembelajaran matematika di SD.
Pembelajaran matematika di SMP
Gunakan rumus Euler S + T = R + 2
S : banyak sisi
T: banyak titik sudut
R: banyak rusuk
Pembelajaran matematika di SMA dan Perguruan Tinggi membuktikan rumus di atas.
Dalam
matematika ada konsep membilang dan menghitung. Sebagai contoh angka 2,
dan 3, apabila dijumlahkan 2 + 3 = 5. Dalam hal ini angka 2 dan angka 3
adalah potensi, sementara itu 2 + 3 adalah fakta proses dan 2 + 3 = 5
adalah hasil. Matematika bisa dipandang sebagai proses menjumlahkan dan
hasilnya berupa hasil jumlahan. Contoh lain sebagai proses yaitu
diferensial dan hasilnya derivatif.
Sebagai calon pendidik, kita hendaknya mampu untuk membelajarkan metamatika sekolah kepada siswa dengan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar