Pelabuhan Karangantu
Menurut Cornelis de Houtman asal Belanda pada tahun 1596 Banten disebut
Kota Pelabuhan dan Perdagangan yang sama besar dengan Kota di Amsterdam saat
itu, sama pula yang diungkapkan oleh Vincent Leblanc asal Perancis waktu tiba
di Banten pada abad 16. Untuk itu Banten merupakan pelabuhan yang penting bila
dilihat dari sudut geografi dan ekonomi karena letaknya yang strategis dalam
penguasaan Selat Sunda. Kejatuhan Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511
menyebabkan para pedagang muslim enggan untuk melalui Selat Malaka. Para
pedagang yang berasal dari Arab, Persia, dan Gujarat mengalihkan jalur
perdagangan ke Selat Sunda, sehingga mereka pun singgah di Karangantu. Sejak
itu, perlahan tapi pasti, Karangantu menjadi pusat perdagangan Internasional
yang banyak disinggahi oleh para pedagang dari Benua Asia, Afrika dan Eropa.
Dapat dibayangkan betapa besar dan ramainya Bandar Karangantu saat itu.
Karangantu sendiri terletak tidak jauh dari objek-objek wisata di Banten
lainnya seperti Masjid Agung Banten, Keraton Kaibon, dan lain-lain di Kecamatan
Kasemen, Serang Banten.
Saat ini Karangantu hanya sebuah pelabuhan kecil yang sama sekali tidak
menunjukkan bukti-bukti kebesarannya di masa lalu, sebaliknya pelabuhan yang
pernah dijuluki sebagai Singapore-nya.
Banten ini sekarang lebih terkesan kumuh. Sampai sekarang pelabuhan ini
masih dimanfaatkan untuk pelabuhan dan pusat perdagangan ikan, khususnya untuki
daerah Serang sendiri. Pada tahun 1991 pelabuhan ini pernah dikeruk agar
kapal-kapal yang bertonase besar dapat masuk.
Meskipun kondisi objek bersejarah ini kurang optimal karena terkesan
kumuh, akan tetapi Pelabuhan Karangantu memiliki kharisma tersendiri. Karena
Pelabuhan Karangantu merupakan salah satu pelabuhan yang sangat terkenal pada zaman
kejayaannya, bahkan para bangsa Barat pertama kali menginjakkan kaki di
Nusantara berawal dari tempat ini. Oleh karenanya, Pelabuhan Karangantu dapat
dibilang sebagai salah satu titik awal perkembangan peradaban di Indonesia.
Selain itu, di pelabuhan ini pada setiap Bulan Oktober atau November setiap
tahunnya diselenggarakan Pesta Ruat Laut.
Sementara itu
yang paling memprihatinkan adalah kesan kotor dan kumuh, banyak perahu-perahu
rusak yang tidak dipakai lagi oleh pemiliknya teronggok begitu saja di kanan
kiri lintasan. Hal ini sangat mengganggu sekali . Dengan keberadaan bekas-bekas
kapal tersebut otomatis membuat jalur lintasan menjadi sempit sehingga perahu
tidak leluasa untuk masuk dan keluar dari tempat itu. Andaikan kapal-kapal
bekas tersebut bisa disingkirkan dari tempat itu pastilah jalur lintasan akan
semakin luas di samping itu juga tidak mengganggu pemandangan.
Kalau kita tengok sejarah, Pelabuhan Karangantu bukanlah sembarang
pelabuhan. Dahulu kala tempat ini merupakan Bandar besar bertaraf
internasional. Pelabuhan ini merupakan pelabuhan tertua di Banten menggantikan
peran Sunda Kelapa sebagai pelabuhan terbesar di pantai utara Jawa sebelumnya.
Pada waktu itu banyak kapal dagang datang dari negara lain seperti Persia,
China, Arab, Portugis, Inggris bahkan Belanda datang pertama kali ke pulau Jawa
pada tahun 1596 melalui pelabuhan ini juga. Pada abad XVI-XVII Banten merupakan
pusat perdagangan rempah-rempah yang cukup besar di Asia Tenggara. Jadi dengan
latar belakang sejarah besar tersebut seharusnya kita mempunyai kewajiban untuk
menjaga agar pelabuhan ini tetap besar atau paling tidak kita harus menjaganya
agar kondisinya terawat dan tertata dengan baik.